Langsung ke konten utama

The Responsibility

Manusia dewasa hampir setiap detik harus bertarung. Melawan masalah-masalah yang datang. Menghadapi tantangan yang tak habis-habis. Hidup seperti sebuah pertandingan yang tidak ada selesainya.
(Taken from The last words of Chrisye by Alberthiene Endah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Always Look at The Bright Side

Always Look at The Bright Side! Ketika kecil dulu, adakah di antara ibu-ibu yang mengkhayalkan pesta pernikahan? Maksud saya, berangan mau menikah pakai baju apa? Lalu mahkotanya seperti apa.... *tunjukjari* Angan-angan ini makin luar biasa ketika saya berkesempatan kerja di majalah gaya hidup, yang menerbitkan edisi khusus pernikahan. Setiap tahun, mempersiapkan edisi khusus ini sangat menyenangkan sekaligus bikin deg-degan. Trend kartu undangan terbaru, dekorasi terbaru, potongan gaun pengantin, karangan bunga, souvenir ucapan terima kasih... lengkap dibahas dan diulas. Karena majalahnya cukup beken, banyak desainer khusus membuatkan untuk difoto di edisi ini. Duuuuhhh seruuuu....  Seringkali yang keluar adalah ide personal, alias ambisi pribadi.... Itulah yang bikin deg-degan, karena serasa saya yang mau kawin hahahaha....  "Saya mau undangan yang kayak gini, mas.... Dikemas di kotak, terus selain undangan, kotaknya diisi bungkusan-bungkusan kecil permen, kacang, p...

Alasan

Selalu ada alasan untuk memelihara hobby. Tapi tentu juga ada alasan tepat menghentikannya. Anita tak beranjak dari depan etalase, sudah lebih dari lima menit. Sepasang sepatu terpajang di situ. Sepatu warna merah, model tertutup, dengan tali-tali. Tinggi haknya sepuluh centimeter. Di kepalanya, Anita sudah membayangkan bahwa ia akan mengenakan sepatu itu dengan tas merah besar tersandang di bahu. Bajunya? Terusan warna khaki. Anita memejamkan mata, agar bayangan itu makin nyata. Uh… cantiknya…. Akhirnya Anita masuk ke dalam butik sepatu itu. Langsung menuju si merah seperti memenuhi panggilan kekasih. Diambilnya sepatu yang kiri. Dari dekat, sepatu itu memang betul-betul cantik. Seperti otomatis, Anita mencopot sepatunya dan mencoba sepatu merah itu. Pas. Anita tidak sempat lagi berpikir, tahu-tahu ia sudah keluar dari butik sepatu itu, membawa si merah, pacar barunya. *** "Hanya untuk sepasang sepatu?" alis Benno naik sebelah. "Ini bukan ‘hanya sepatu'. Ini sepatu ...

Karena Rindu

Tergesa tapi tertata. Waspada. Dan waspada. Ambil buku. Pura-pura baca.  Bagaimana mungkin Yati akan lupa. Solemah selalu mengulangi kata-kata itu. Waspada, katanya. Harus hati-hati, tidak boleh gegabah. Kecerobohan Yati bisa mencelakakan seluruh anggota.  "Kamu tidak mau, kan, kita semua dipenjara?" tanya Solemah ketus. "Heh! Jawab!" Yati hanya mengangguk. Pelan. Ragu. Nada bicara Solemah selalu tinggi. Dan ia mudah sekali memaki. Yati seringkali takut. Tapi dia tak punya pilihan selain bertahan. Termasuk bertahan dalam diam ketika Solemah memakinya. Sudah untung ia tak pernah ditampar. Tidak seperti Sofi.      "Bloon kamu! Bloon! Kalau dibilangin, nurut! Disuruh cepat ya cepat. Belok ya belok. Jangan maumu sendiri. Bloon!" Sejak sebulan lalu, Yati tinggal bersama Solemah. Di sebuah kontrakan kecil di daerah padat Tangerang Selatan. Pemukiman itu bersebelahan dengan kompleks baru yang dibangun pengembang raksasa. Rumah-rumah bagus dal...